Rumpi Cangkir Kopi # 9
“Dasar manusia tamak! Dia udah gue kasih kopi gratis, malah ngasih gue billing!” Gerutu Ellie setelah sekretaris Robert pergi meninggalkan dia dan Andrew berdua di sana. Matanya serasa akan meloncat keluar melihat jumlah tagihan air dengan harga di luar kewajaran.
“Kurang banyak kali, El, lu ngasih kopinya,” kata Andrew yang tak digubris sama sekali oleh Ellie.
“Ini sih ngalah-ngalahin tagihan air gue di rumah. Hendro cuci cangkir piring sambil mandi, ya?”
Hendro, yang saat itu sedang memilah sampah gelas plastik, mendengar namanya disebut segera melepas kegiatannya kemudian mendatangi Ellie yang duduk di kursi pelanggan di pinggir jendela. “Kenapa Bu Bos?” tanyanya merasa terpanggil.
“Kamu nyuci mulai sekarang harus hemat air, ya. Jangan kayak orang mandi.”
“Nanti kalau enggak disiram pakai banyak air, cangkir-cangkirnya licin bekas sabun.”
“Ya, sabunnya jangan banyak-banyak.”
“Nanti bau minuman yang sebelumnya enggak hilang, Bu.”
“Ya, pokoknya kamu belajar hemat air aja dari sekarang.”
“Hai, guys…” Dira masuk ke dalam kedai dengan pakaian yoga khusus untuk wanita hamil yang masih lengkap. Rambut depannya nampak lepek oleh sisa keringat. “Pagi-pagi kok udah ribut?”
“Nih, kerjaan abang lu.” Ellie menyodorkan tagihan itu kepada Dira, yang kemudian disambut Dira dengan tak kalah kagetnya.
“Kok bisa mahal banget? Ada pipa bocor?”
“Gue pusing. Kalau tahu begini, mending dulu gue ngambil tempat di food court aja.” Ellie mengepalkan kedua tangannya di pelipis kepala. “Padahal belum nambah jam operasi, tagihan udah tambah banyak aja.”
“Dulu gimana sih perjanjian sewa tempat ini, El?” tanya Andrew.
“Dulu perjanjiannya, harga sewa tempat ini yang seharusnya gue bayar selama setahun gue masukkan sebagai investasi Dira. Sama aja kayak gue bayar sewa kemudian uang sewa itu ditanamkan kembali ke gue atas nama Dira. Itu cuma berlaku untuk sewa tempat, tidak termasuk tagihan air, listrik, dan telepon. Alasannya karena penggunaan air, listrik, dan telepon sifatnya fluktuatif, jadi menurut Robert itu enggak bisa dihitung sebagai investasi atau modal dari Dira karena nilainya akan berubah-ubah. Kalau dulu gue ngambil tempat di food court, gue terbebas dari tagihan semua itu karena di sana ada dapur kotor bareng. Di sana enggak pakai meteran air atau listrik.”
“Terus lu bakal ngelanjutin rencana buka kedai dari pagi?”
“Enggak bisa enggak jadi, Dru. Besok gue sudah janji ngasih wawancara sama calon karyawan baru. Masa gue jadi PHP-in anak orang? Gue juga udah bagi-bagi brosur soal jam operasional baru kita.”
“Terus gimana cara lu mengatasinya?”
Ellie benar-benar tidak sanggup menjawab pertanyaan Andrew kali ini. Ketegangan otot di belakang lehernya kembali muncul. Rasanya dalam enam bulan terakhir ini, dia begitu sering mengalami tegang otot di sekitar leher dan kepala.
“Gue udah enggak sanggup mikir lagi, Dru.” Ellie terduduk lemas di atas kursi dan menelungkupkan kepalanya ke atas meja. Andrew dan Dira hanya bisa saling tatap saat melihat ekspresi Ellie yang menyedihkan kali ini.
Ellie memalingkan wajahnya ke arah luar jendela, menghadap ke jalan raya yang memamerkan kepadatannya di pagi hari. Mobil dan kenderaan ramai berlalu lalang dan nampak acuh dengan keadaan sekitar. Keadaan nampak normal dilihat dari luar. Tapi lautan yang nampak tenang di permukaan pun bisa menyimpan arus deras di bawahnya.
#30DWC #30DWCJilid19 #Day9
0 komentar
Terima kasih untuk setiap komentar yang dimasukkan.