Rumpi Cangkir Kopi # 5
Ellie sudah berada kembali di kedainya sebelum dua orang karyawannya, Hendro dan Sandra, tiba di kedai. Dia sudah rapi dengan seragam kerjanya, celemek berwarna hitam dengan bordir emas bergambar sebuah cangkir kopi dengan kepulan asap di atasnya. Seragam celemek ini adalah pemberian dari Dira dan didesain khusus olehnya. Bagi Dira, segala sesuatu itu harus keren. Walaupun kedai ini hanyalah kedai kopi sederhana, setidaknya celemek ini harus mencerminkan betapa kerennya jiwa para pekerjanya. “Kita hidup di dunia Instagram, jadi kalian harus selalu tampak keren karena kalian bisa hadir di insta story Instagram siapapun,” begitu kata Dira saat mempresentasikan cara pemakaian celemek dengan baik dan keren.
Seperti biasa, Hendro tiba di kedai paling awal. Sandra baru tiba di kedai di menit-menit akhir menjelang jam kerja dimulai, sering juga sampai lima belas menit setelah kedai buka. ‘Yang penting dia tetap masuk kerja dan tidak sering minta libur,’ batin Ellie setiap kali Sandra terlambat masuk. Ellie lebih khawatir Sandra tidak masuk kerja, karena itu berarti dia harus merangkap sebagai penerima-pembuat-penyaji makanan dan kasir. Hendro mempunyai tugas yang tidak bisa diganggu gugat, yaitu membersihkan meja dan mencuci gelas serta peralatan makan dan minum yang lain. Lebih tepatnya dia tidak mempunyai keahlian selain itu. Di masa awal training, Ellie pernah menempatkan Hendro di posisi penerima pesanan, saat dia menyapa pelanggan sambil tersenyum, pelanggan bukannya tersenyum balik malah tertawa. Dia mempunyai wajah yang receh, senyumnya akan menghasilkan tawa bagi orang lain, termasuk Ellie sendiri. Wajahnya tidak jelek ataupun aneh, hanya agak sedikit ‘receh’ dan mengandung unsur komedi.
Ellie mengumpulkan Sandra dan Hendro saat kedai masih tak berpengunjung. Mereka bertiga duduk di meja pelanggan di samping jendela besar yang menghadap ke jalan raya. Siang itu Ellie ingin mengutarakan rencana penambahan jam kerja di kedai kopinya.
“Mulai minggu depan, sekitar awal bulan nanti, kedai kita akan buka dari pagi hingga malam.”
“Hah?” Sandra dan Hedro terperanjat secara bersamaan.
“Tapi saya tidak akan menambah jam kerja kalian. Kalian akan tetap bekerja dengan jam kerja normal seperti biasa, dan saya akan mencari karyawan tambahan.”
“Alhamdulillah, enggak perlu bangun pagi,” kata Hendro sambil mengelus dadanya.
“Tiduuur melulu kerjaan, lu, Bambang!” cibir Sandra yang gemar mengganti nama orang sesuka hatinya menjadi Bambang, Ferguso, Hanafi, atau apapun yang ada dipikirannya saat itu. Katanya hal itu sedang trend sekarang.
“Kalian nanti akan kerja sesuai shift, bergantian masuk pagi atau sore sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Kalau mau izin atau ingin mengganti shift, kalian harus berunding mencari siapa yang bisa menggantikan tugas kalian saat itu.”
“Yah, Bu Bos, saya dimasukin kerja sore sampai malam, aja deh, sampai pagi juga enggak apa-apa asal jangan masuk kerja pagi. Saya ngantuk enggak biasa biasa bangun pagi, Bu Bos.”
“Hendro, kamu harus mulai membiasakan diri bangun pagi. Saya enggak terima permintaan jam kerja seperti itu. Kamu ya enggak bisa cari jam kerja seenaknya seperti itu. Saya enggak mau tau. Kamu, oke San?”
“Oke,” jawab Sandra pasrah. Ellie bersyukur mempunyai karyawan seperti Sandra, karena dia biasanya akan selalu legowo dengan segala keputusan Ellie.
“Saya akan bikin pengumuman pencarian karyawan baru di Instagram dan Whatsapp, kalian tolong bantu sebarkan, ya. Siapa tau ada teman atau keluarga kalian yang butuh kerja. Saya enggak punya budget pasang iklan di koran.”
Sandra dan Hendro saling pandang. Jika Ellie sudah berkata-kata, maka itu adalah hal yang tak terbantahkan. Dan jika dia berkata dia tidak punya budget, maka itu berarti pelitnya belum juga luntur.
#30DWC #30DWCJilid19 #Day5
0 komentar
Terima kasih untuk setiap komentar yang dimasukkan.