Rumpi Cangkir Kopi # 6
Elona, yang diletakkan di sudut meja kerja Ellie, menjadi saksi bisu keputusan perempuan itu untuk menjadikan ruang kerjanya yang berukuran empat meter persegi sebagai tempat tidurnya mulai minggu depan. Ellie membawa sebuah bantal yang baru saja dibeli dan kemudian meletakkannya di dalam lemari arsip invoice. Tak hanya membawa bantal, dia juga membawa tiga dus gelas plastik transparan.
“Lu serius mau tidur di sini malam ini?” tanya Andrew, mulai meragukan kewarasan koleganya itu.
“Serius, dong! Gue udah beli bantal masa Lu bilang enggak serius. Besok pagi Gue udah harus mulai bergerak memasarkan kopi kita ke karyawan sini.”
“Gaya marketing Lu itu kuno banget, El. Mending kita cari selebgram aja buat di-endorse, biar bisa memancing pelanggan baru.”
Ellie yang sedang sibuk merapikan tumpukan invoice di dalam lemari agar bisa menyisakan tempat untuk bantal barunya, dan kemungkinan selimut baru juga, menghentikan aktivitasnya itu dan langsung bangkit berdiri. “Kita itu butuh memperbanyak pembeli, yang membeli kopi kita, kemudian dibawa pergi agar tidak memakan tempat. Bukan sekelompok anak gaul yang beli kopi kemudian numpang Wi-Fi,” kata Ellie sambil berkacak pinggang.
“Tapi kalau kedai kita kelihatan banyak pengunjung, kan orang jadi tertarik buat masuk karena orang mengira kopi di sini enak. Kita cuma butuh satu selebgram berpengaruh, El.”
“Dru,” Ellie memelankan nada suaranya. Andrew, yang sudah biasa dipanggil Andru oleh teman-teman dekatnya, segera menoleh mendengar perbedaan intonasi suara Ellie tersebut. “Target Gue bulan depan itu adalah menambah jam operasional dan karyawan baru. Enggak ada budget buat mahal-mahal bayar selebgram.”
“Gue bisa bayar sendiri, El.”
“Lu enggak usah nambahin daftar investasi Lu, Dru. Yang kemarin-kemarin aja Gue belum bisa balikin. Soal selebgram, nanti deh, kita bikin ulang strategi sosial media kita. Minggu ini Gue cuma mau mikirin target bulan depan itu aja.”
“Oke, kayaknya kita memang perlu mikirin strategi ulang dan hitung-hitungan kita.”
“Lusa Gue mau wawancara calon karyawan baru. Lu mau ikut?”
“Sip, di atas jam dua belas siang, ya.”
“Eh, ngomong-ngomong Gue mau masukin menu baru nih, Wedang Jahe Kopi Susu. Lu mau nyoba?”
“Boleh, deh. Pas banget gue rada cranky gara-gara insomnia semalam.”
Para cangkir yang berada di dalam lemari display ribut bermain tebak-tebakan siapa yang akan dipakai oleh Ellie untuk menjadi Cangkir Kehormatan. Selama ini pemegang tahta Cangkir Kehormatan dipegang paling banyak oleh Elona. Tapi jika Ellie memperkenalkan menu kopi baru kepada orang lain, maka akan ada cangkir sandingan selain Elona.
“Mereka berjalan ke sini, dia pasti akan memilihku!” jerit Andreas percaya diri.
“Kau bukan satu-satunya cangkir pemberian Andrew, Andreas. Ada Artsy dan Polcoff. Ellie sangat mengagumi lukisan di tubuh Artsy, makanya dia jarang menggunakannya. Dan Polcoff, dia si anak polkadot baru, dia hanya belum mendapatkan kesempatan,” celoteh Panda, cangkir bermotif wajah Panda yang dibeli Ellie di toko online.
“Mereka semakin, dekat!!!!”
“La.. Lala, lala, laaa….” Elona yang berada di pegangan Ellie bersenandung dengan sangat menyebalkan.
Ellie membuka lemari display-nya dan mempersilahkan Andrew memilih sendiri cangkir yang diinginkannya. Mata Andrew terpikat pada cangkir berwarna biru tua dengan motif tribal yang terletak di pojok lemari.
“Yes,” jerit riang cangkir itu.
#30DWC #30DWCJilid19 #Day6
0 komentar
Terima kasih untuk setiap komentar yang dimasukkan.