Yang Tersisa Dari Cinta Dimasa Lalu
foto via |
Hannah lahir di Leiden, dua puluh tahun yang lalu, ketika kedua orang tuanya sama-sama melanjutkan kuliah di sana. Ayahnya kuliah Master dengan beasiswa dari Universitas, sedangkan ibunya kuliah jenjang sarjana dengan biaya sendiri. Dia dan keluarganya menetap di kota itu sampai Hannah berusia lima tahun.
Tak banyak kenangan yang ia simpan saat
berada di sana. Sekelebat, Hannah hanya mengingat tentang apartemen tempat
mereka tinggal yang berseberangan dengan sungai yang memisahkan area
apartemennya itu dengan Hortus Botanicus. Dia masih menyimpan memori
tentang hangatnya sinar matahari pagi yang masuk melalui jendela besar yang ada
di lantai dua. Juga sedikit kenangan saat pernah jatuh terguling di sungai yang
teramat tenang di seberang jalan. Dia jatuh saat sedang bermain lempar bola
bersama Max, anjing Golden Retriever milik
tetangga yang tinggal di sebelah apartemennya. Beruntung saat itu dia
sedang bersama ayahnya yang ternyata pandai berenang, sehingga Hannah tak
sampai tenggelam di sana. Tapi kejadian itu menimbulkan trauma tersendiri,
Hannah tak pernah berani belajar berenang.
Hari dimana Hannah dan ibunya pulang ke
Indonesia, adalah hari saat orang tua Hannah memutuskan untuk berpisah. Dia tak
mengerti apa-apa saat itu. Satu hal yang Hannah sadari adalah dia hampir tak
pernah bertemu ayahnya untuk waktu yang sangat lama. Sejak kedatangannya ke
Indonesia, Hannah dan ibunya tinggal di rumah kakek dan neneknya. Sebuah rumah
berlantai dua yang hanya ditempati oleh mereka berempat. Ibunya adalah seorang
anak tunggal, yang kemudian harus mendapat takdir sebagai orang tua tunggal
ketika dewasa. Namun, sejak dua tahun yang lalu, hanya ada Hannah dan ibunya di
rumah itu. Kakek dan neneknya meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat.
Setelah
rentetan kejadian memilukan yang dialami oleh ibunya, mendadak perilaku ibu
berubah seratus delapan puluh derajat. Sekarang bagi ibu, pekerjaan adalah
satu-satunya hal yang mampu menarik perhatiannya. Sejak kembali ke Indonesia
Ibu bekerja disebuah perusahaan multinasional. Jika dulu saat masih ada kakek
dan nenek, ibu selalu meluangkan waktu di setiap akhir pekan. Seringkali ibu
hanya menghabiskan waktu di rumah, menghabiskan waktu dengan memasak, membaca,
atau berkebun kecil-kecilan di halaman belakang bersama kakek. Sekarang ibu
lebih sering pulang larut malam, bahkan beberapa kali masuk kerja di hari
minggu.
Hannah
bukannya tak pernah protes. Setiap kali Hannah protes, dia akan selalu mendapat
jawaban bahwa semua itu ibunya lakukan demi karir yang lebih bagus. Karir yang
bagus berarti karir dengan jabatan yang menanjak, maka akan berbanding lurus
dengan penghasilan yang juga ikut naik. Saat ibunya menjelaskan tentang proses
karir, biasanya cerita akan menyerempet kepada alasan perpisahan ayah dan
ibunya. Dimana mereka tak mempunyai pandangan yang sama terhadap karir.
Kemudian ‘kuliah’ tentang karir itu akan berakhir dengan ambisi ibu agar Hannah menjadi wanita
mandiri. Menutup semua kemungkinan akan kehawatirannya jika Hannah mewarisi watak
sang ayah. Sudah cukup bagi ibunya penampilan fisik Hannah yang terbilang sangat mirip dengan ayahnya. Mata, alis,
rambut bergelombang, hingga lesung pipinya.
Perjumpaan Hannah dan ayahnya terbilang sangat langka.
Ayahnya sampai saat ini masih menetap di Belanda, namun berpindah kota ke
Rotterdam, menjadi dosen di salah satu kampus swasta dan sudah membangun
keluarga baru di sana. Hannah tak pernah kembali lagi ke Belanda. Setiap
perjumpaan dengan ayahnya, selalu ayahnya yang datang mengunjungi ke sini.
Seperti hari ini, ayahnya datang ke Indonesia setelah perjumpaan terakhir
mereka setahun yang lalu.
Bermodal rasa rindu pada masakan padang asli bumbu
Indonesia, ayah mengajak Hannah makan siang di salah satu restoran padang. Saat
pulang ke sini, setiap hari biasanya ayah akan mengajak Hannah makan di
restoran daerah hingga rumah makan di pinggir jalan yang menjual menu makanan
khas berbagai daerah. Hari itu ayahnya makan dengan lahap, mengacuhkan lemak
dan santan yang ada di masakan. Jika dia adalah ibu, ibunya pasti akan membuka
‘kuliah’ tentang makanan sehat.
“Kamu tunggu di sini ya, Papa mau bayar semua ini ke
kasir dan minta bungkus rendang ini,” Kata ayah pada Hannah. Hannah mengangguk,
sambil menghabiskan es teh yang masih tersisa sedikit di gelasnya, dia
memperhatikan ayahnya yang berjalan menuju kasir dekat pintu masuk.
“Aryo?” sapa seorang Ibu, yang berdiri dibelakang kasir
sambil memegang kalkulator, pada ayah Hannah yang ada dihadapannya.
“Ayu?” sapa ayah balik.
“Iya, aku Ayu, Aryo. Lama aku tak berjumpa dengan kamu,
sudah tidak tahu kabar kamu lagi. Kamu sama siapa ke sini?”
“Anak perempuanku,Yu. Namanya Hannah, dia duduk di kursi
sana.” Ayah kemudian menunjuk meja tempat Hannah berada.
“Hannah itu anakmu?”
“Kamu kenal dia?”
“Iya, kenal sekali. Dia kan pacar Radi, anak aku, Aryo.”
“Apa? Kedua anak kita berpacaran?”
Suara gelak tawa kemudian terdengar sampai ke meja
Hannah. Dia tersenyum sumringah saat tahu bahwa ayah dan ibu dari kekasihnya, Radi
Sadana, ternyata sudah tak asing satu sama lain. Hannah membiarkan mereka
bercakap-cakap di sana dan mengamati dari jauh. Selama ini dia tak pernah
menceritakan tentang urusan hatinya kepada ayah. Nanti saja pikirnya, jika
semua sudah pada tahap menuju keseriusan. Tak lama kemudian, ayah memberi kode
agar Hannah beranjak dari mejanya. Hannah mendatangi ayahnya yang masih saja
terus bicara bertukar kabar pada ibunya Radi.
“Kami pulang dulu, Yu. Sampai ketemu lagi nanti,” kata
Ayah sambil menjabat tangan ibu Radi.
“Iya, Yo. Kamu dan Hannah kapan-kapan nanti mampirlah ke
rumah kami. Biar kamu juga ketemu Radi, anak saya. Orang-orang bilang, walau
dia laki-laki, dia itu mirip sekali dengan saya. Sama seperti kamu dan Hannah
yang juga sangat mirip ini.”
“Ok,” balas ayah singkat dan hanya mengangguk pelan. Mereka
kemudian berpamitan meninggalkan restoran itu dan menuju ke sebuah mobil taksi online
yang sudah menunggu mereka di pinggir jalan dekat rumah makan.
“Kenapa kamu bawa papa ke restoran itu? Dan sejak kapan
kamu punya pacar?” tanya ayah saat mereka sudah berada di dalam mobil.
“Bukan maksud Hannah nggak mau cerita sama papa, tapi nanti
dulu. Mungkin saat hubungan kami sudah lebih serius. Tapi, Papa akrab sekali
dengan ibunya Radi?”
“Ya, mungkin Papa belum pernah cerita ini sama kamu. Ibunya
pacar kamu itu dulu teman SMA Papa. Dan pacar pertama papa juga.”
Hannah menoleh kaget pada ayahnya yang justru mengalihkan
pandangannya ke jendela luar. Hannah mencoba menyangkal semua cerita dari masa
lalu yang baru saja dia dengar. Dia tak ingin mempercayai bahwa ibunya Radi
adalah mantan pacar ayahnya. Itu adalah hal yang paling dia tidak ingin
terjadi.
Cinta pertama ayahnya adalah topik terlarang yang sangat
dibenci oleh ibunya. Cerita tentang ayah dan cinta pertamanya hanya akan keluar
jika ibu sedang marah besar. Sebuah marah yang terdiri dari kombinasi
kekecewaan akan hidupnya menjadi orang tua tunggal dan perasaan
dibanding-bandingkan oleh orang yang dulu sangat ia cintai. Ibunya berusaha
keras menutupi sakit hatinya itu, walau hanya sebatas ingatan tentang dirinya yang
selalu dibandingkan dengan cinta pertama ayah, tentang ayah yang ternyata masih
saja teringat pada cinta pertamanya itu. Seketika saja Hannah seperti ditarik
keluar dari dimensi waktu, meninggalkan rasa cinta yang kini terbelah pada Radi
dan ibunya sendiri. Sebuah kombinasi yang mungkin akan sulit untuk dirangkai
bersama.
Apakah DNA juga mewariskan sifat psikologis seseorang? Jika
ayahnya pernah sangat mencintai ibu Radi, apa wajar jika perasaan itu terulang
pada dia dan Radi. Apa mungkin itulah alasan kenapa bisa ada rasa cinta di antara kita? Ada cinta di masa lalu yang
belum usai.
0 komentar
Terima kasih untuk setiap komentar yang dimasukkan.